MAN3PLG.SCH.ID Opini Al Quran dan Gerakan Literasi

Al Quran dan Gerakan Literasi

Oleh : Subroto Al Faris, M.Ag

Literasi adalah kemampuan dan keterampilan individu dalam berbahasa yang meliputi membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. (Lihat KBBI)

Education Development Center (EDC) menyatakan bahwa Literasi lebih dari sekedar kemampuan baca tulis. Namun lebih dari itu, Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.

Berdasarkan pengertian di atas, maka sejak 14 abad yang lalu, sebenarnya Alquran dengan berbagai ayatnya telah mencanangkan gerakan literasi ini. Ayat pertama dari surah Al Alaq dengan redaksi “iqro’” atau “bacalah” adalah motivasi awal dan ajakan kepada kita untuk melakukan pembacaan, baik pembacaan kata/aksara maupun pembacaan atas fenomena, fakta, peristiwa atau pembacaan atas alam semesta.

Namun sayangnya, spirit iqro’ ini tidak dipahami secara mendalam atau boleh jadi ditinggalkan oleh para pembaca Al Quran (baca: ummat) sebagai unsur agama yang sangat penting. Faktanya, ummat lebih sering ‘dininabobokkan’ dengan pahala yang berlipat ganda dalam pembacaan teks-teks ayat (qiro’ah), namun sangat minim dalam mendoktrin pembacaan atas kehidupan dan alam semesta (tadabbur) seolah ia tidak bernilai dan tidak berpahala.

Maka tidaklah heran jika ummat Islam saat ini sangatlah tertinggal jauh dari ummat lain dalam konteks pembacaan atas alam yang melahirkan sains dan teknologi sebagaimana yang pernah diinisiasi oleh para pendahulu kita pada masa lalu hingga mencapai masa kejayaannya (the golden age).

Nama-nama seperti al Biruni, al Khawarizmi, al Ghazali, Avicenna, Averoes dan lain-lain adalah sebagian dari mereka yang pernah mencatatkan diri dalam panggung sejarah sebagai ulama agama sekaligus ulama sains atau meminjam istilah kiyai Gontor “ulama yang intelek dan intelek yang ulama”. Keberhasilan mereka mengangkat nama besar Islam di pentas dunia adalah buah dari pemahaman yang benar dan mendalam atas gerakan literasi yang dicanangkan Alqur’an.

Alqur’an surah Ali Imran ayat 190 misalnya, telah menyinggung tentang Ulul Albab. Yakni orang-orang yang berakal. Orang-orang yang mau berpikir. Orang-orang yang mau memperhatikan alam. Orang-orang yang kritis. Orang-orang yang tidak hanya disibukkan dengan membaca aksara tapi juga membaca alam semesta. Bahkan terkait ayat ini Nabi shallallahu alaihi wasallam langsung memberikan “warning” nya dengan mengatakan, “Celakalah bagi orang yang membacanya, lalu ia tidak merenungkan semuanya itu.”(Lihat Sahih Ibnu Hibban)

Lalu dimanakah posisi kita dalam gerakan literasi ini? Cukupkah kita hanya dibatasi dengan membaca teks-teks ayat (ayat qauliyah) saja? Tanpa mau mencoba menggabungkan pembacaan antara yang tersurat (mantuq) dan yang tersirat (mafhum)?

Jika paradigma berfikir kita tidak berubah maka bersiaplah untuk semakin tenggelam dan ditenggelamkan ummat lain atau meminjam sabda Nabi bagaikan buih di lautan, centang perenang dan terombang ambing dalam ketidak pastian. Maka bacalah, tulislah dan sampaikanlah kepada manusia! Karena literasi sesungguhnya misi suci para nabi.

“Dialah yang mengutus seorang rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Surat Al-Jumu’ah, Ayat 2)

Allahu a’lam